REDENOMINASI DAN PENINGKATAN NILAI
TUKAR RUPIAH
Oleh : Nur Rokhmani
Tri Siswi
Beberapa
tahun terakhir ini masyarakat dihebohkan oleh isu terkait redenominasi rupiah. Redenominasi
adalah penyederhanaan digit nominal mata uang tanpa memengaruhi nilai tukar mata
uang tersebut. Di Indonesia, Redenominasi rupiah ini rencananya akan mulai
dilaksanakan pada tahun 2014 dengan masa transisi selama 4 tahun atau hingga
2018.
Redenominasi
sebenarnya bukan lagi isu baru. Masyarakat Indonesia lebih mengenal istilah ini
dengan sebutan saneering. Namun sebenarnya Redenominasi dan saneering memiliki
makna yang jauh berbeda. Perbedaan kedua kebijakan tersebut sangat jelas. Titik
perbedaan kedua kebijakan tersebut terletak pada nilai mata uang dan daya
belinya, dimana kebijakan redenominasi sama sekali tidak mengubah nilai mata
uang dan daya belinya. Sementara kebijakan saneering mengurangi nilai mata uang
terhadap daya belinya.
Masih
terdapat pro kontra terhadap kebijakan redenominasi ini. Terutama terkait
rencana sosialisasi kepada publik yang masih belum berjalan secara optimal.
Untuk menyukseskan kebijakan ini, sosialisasi kepada masyarakat harus terus
dilakukan hingga ketingkat masyarakat lapisan bawah. Hal ini dikemukakan oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. “ Bicara redenominasi,
maka kita perlu sosialisasi yang matang pada seluruh rakyat,” tutur Hatta pada
seorang wartawan tertentu ketika ditemui di Car
Free Day Dago, Bandung (27/1/2013). Hal ini juga diperkuat dengan luasnya
lapisan masyarakat yang masih belum memahami maksud kebijakan tersebut.
Untuk
lebih memahami kebijakan redenominasi ini, kita bisa tengok sejarah bangsa
dalam melakukan kebijakan ini. Bisa juga menengok kebijakan negara-negara yang
pernah melakukan kebijakan ini pada sistem perekonomiannya. Indonesia, pada
tahun 1946, melakukan redenominasi terhadap mata uang Jepang yang beredar
sangat banyak di Indonesia, sementara Gulden –mata uang NICA- sedikit beredar
dan nilai tukarnya sangat tinggi. Berlanjut pada tahun 1950, Indonesia menerapkan
suatu kebijakan yang dinamakan dengan kebijakan gunting sjafrudin yang bertujuan untuk mengefisienkan perdagangan,
menekan laju inflasi, dan mengisi kas negara. Pada tahun 1959 dan 1965merupakan
penerapan kebijakan saneering (redenominasi) yang ketiga dan keempat. Kebijakan
ini diambil atas parahnya keadaan ekonomi Indonesia.
Di
ambilnya kebijakan redenominasi ini sebenarnya justru memperlihatkan keadaan
perekonomian Indonesia yang sedang semrawut. Kondisi psikis masyarakat terhadap
kebijakan serupa di masa lampau akan mempengaruhi tingkat penerimaan di
masyarakat. Seorang mahasiswa jurusan ekonomi, Soleh, yang sempat diwawancara
pun mengatakan bahwa sosialisasi terhadap masyarakat tidak boleh diabaikan
dalam pengambilan kebijakan redenominasi ini. “Jika kurang penyuluhan dan
pemberitahuan terhadap hal tersebut akan terjadi kebingungan dalam penentuan
harga pada masyarakat. Pemberitahuan ini ditujukan untuk
meningkatkan pemahaman pada masyarakat agar tidak berfikir bahwa
redenominasi akan menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada beberapa pihak
seperti yang terjadi pada masa lampau,” Tuturnya.
Dilain
pihak, kebijakan ini mungkin akan juga membawa dampak yang positif bagi
psikologi pasar Indonesia, jika dalam praktiknya, redenominasi memang berbeda
dari kebijakan serupa sebelumnya yakni saneering. Meskipun awalnya akan terjadi
gonjang-ganjing dan kebingungan pada masyarakat, tetapi efek kedepannya justru
akan bisa meningkatkan semangat berekonomi dan kebanggaan akan mata uang
sendiri. Peningkatan daya tawar mata uang di kurs dan valuta asing pun akan
mendapat efek. Selain itu, laju inflasi dapat ditekan, karena dengan adanya
kebijakan ini peredaran uang dapat dikurangi tanpa mengakibatkan berkurangnya
nilai ekonomi.
Terkait
psikologi pasar, analoginya seperti ini. Jika saat ini 1 dolar = 9.000, kesan
yang terlihat adalah mata uang rupiah memiliki nilai yang sangat rendah
dibandingkan mata uang dolar yang menjadi acuannya. Tetapi setelah
redenominasi, 1 dolar akan menjadi 9 rupiah. Hal ini akan menstabilkan psikologi
pasar terkait nilai tukar mata uang rupiah di perekonomian dunia. Stabilnya
psikologi pasar diharapkan nantinya bisa menjadi stimulus bagi perkembangan
pasar nasional.
Bagaimanapun kondisinya, penerapan
kebijakan redenominasi ini tetap akan ada dampak positif dan negatifnya baik
bagi masyarakat maupun bagi perekonomian Indonesia tergantung dari tujuan dan
sasaran redenominasi itu sendiri. Namun hal yang paling bijaksana dari itu
semua adalah, tetap mengendalikan jumlah uang yang beredar untuk tetap menjaga
kestabilan rupiah kita. Seperti yang diungkapkan Irving Fisher dalam teorinya yang
mengemukakan bahwa besar kecilnya permintaan uang yang terjadi di masyarakat
ditentukan oleh besar pendapatan nasional dan volume transaksi. Jadi, sudah
jelas bahwa apapun kebijakan yang diambil, pengendalian jumlah permintaan uang,
volume transaksi dan laju inflasi tetap menjadi perhatian utama bagi para
pengambil kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar